Selasa, 29 Juni 2010

FANFICT_MIMPI SANG BINTANG-PART 7 : KISAH OBIET

LANJUTAN DARI FANFICT_MIMPI SANG BINTANG-PART 6 : CINTA PERTAMA

PART 7 : KISAH OBIET

Gema Bhakti adalah impian, bagi yang pernah menjejakkan kaki-nya disana, pasti akan jatuh cinta, dan sangat menginginkannya.

Obiet adalah salah satu dari mereka.
Dia selalu tertarik jika saudaranya yang alumni Gema Bhakti menceritakan dengan detail tentang Gema Bhakti.
Dan, kini, dia sedang gegap gempita karena mendapat beasiswa untuk bersekolah disana.
Dia sudah mengupayakan agar mendapatkan kesempatan jarang ini. Dan keberhasilan ini menjelma menjadi aturan baru agar dia juga berhasil di Gema Bhakti.

Malam ini. Dia sibuk mendaftar barang bawaan yang akan diboyong ke asrama. Bergelut sambil mengingat, sekali-kali membalas SMS saudaranya. Berkonsultasi.
Mama Obiet mendekati, membaca daftar bawaan dengan runut. Mengusap bahu Obiet dengan sayang.

“Jangan bawa gadget dan alat elektronik ya, Mah. Tapi, kata Mas Pongky. Laptop boleh saja, asal kita tertib pemakaiannya, misalnya jangan menyetel lagu dengan suara keras. Terus, gadget apa, ya? PSP, sejenis game gitu kali, ya?”
“Kalau handphone, boleh, gak, Nduk? Coba Tanya Mas Pongky. Kan penting, supaya Mama bisa hubungin kamu, nanyain kabar, jaga komunikasi intens.”
Mama Obiet merapihkan lemari Obiet.
“Katanya, sih, boleh aja. Tapi nanti akan ada razia gitu, handphone-nya diumpetin deh.” Obiet tersenyum nakal. “Tapi, kok, sayang banget kalau gak boleh bawa ipod.” Gumam Obiet, kecewa.
“Bawa dulu aja, mungkin peraturan kan terus di amandemen, disesuaikan dengan kondisi sekarang.”

Saran Mama, senyum Obiet berkembang senang.
“Oia ya, Mas Pongky kan lulusan jadul banget. Sip deh, soalnya aku tanpa musik. Seperti hidup tanpa nyawa.”
Tawa mamah obiet berderai.
“Ojo banget-banget, Nduk. Wis, ben Mama bae sing nyiapke. (Berlebihan kamu, Nak. Udah biar Mama aja yang nyiapin.)”
“Ups, sorry, Mom. Kula nggih ajeng nyiapke, ben mangke boten bingung. (Aku juga mau menyiapkan. Biar nanti gak bingung.)” Tolak Obiet santun.

Mamah Obiet memeluk erat putranya. Obiet merasakan dekap hangatnya dengan mesra. Mengusap-usap punggung tangan Mama dengan sayang.
Cukup sulit Mama Obiet mengizinkan putra sulungnya sekolah ke Bandung. Mereka tinggal di Yogyakarta. Dan, mereka belum pernah terpisah jauh selama ini.

Mama Obiet sangat sulit meredam otoritasnya, karena beliau tidak sanggup menahan rasa rindu dan khawatir jika buah hatinya berada di tempat yang terbentang jarak tak bisa ditempuh oleh satu-dua jam perjalanan memakai kendaraan pribadi.
Tapi, melihat kekuatan dalam tekad Obiet, Mama tidak mau menjegal dan membuat Obiet pilu.
Obiet tidak pernah menyusahkan, tidak manja dan selalu berjuang lebih keras dari teman sebaya-nya.

“Mama janji sesuk arep tilik kowe, Nduk. (Mama janji akan usahakan jenguk kamu, sayang.)” Ucap Mama, lembut.
Ada rasa resah menerpa batin Obiet. Dia berharap, keputusannya tidak merugikan dan membuat Mama sedih. Apalagi, Gema Bhakti sudah meracuni khayal Obiet sejak kelas empat.

“Matur nuwun nggih, Ma. (Makasih ya, Ma.) Udah memperbolehkan Obiet sekolah di Gema Bhakti. Maaf kalau Obiet egois demi ini. Toh Mama tetap pertama, terbaik dan terunggul bagi Obiet.” Obiet mencium pipi Mama, membalas pelukannya. Namun tak mau hanyut, Obiet melepas dan menguatkan Mama-nya.
“Obiet, mutiara hati, Mama. Harta karun Mama paling berharga.” Lirih Mama. Obiet terhenyak. Dia ingin menangis karena begitu bahagia.
“Obiet hanya tiram di dasar laut, yang sedang berjuang menghadapi tekanan air laut, dan perihnya pasir. Hendak menjadi mutiara istimewa bagi Mama. Tolong dukung Obiet, ya, Mah.”

____________________________________________________________________________________
LANJUT KE FANFICT_MIMPI SANG BINTANG-PART 8 : NAMAKU CAKKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar