Lagu “Jika kami bersama” milik S.I.D, mengalun keras di aula. Puluhan anak, yang rata-rata berasal dari kaum hawa, melompat-lompat di bawah panggung mengikuti irama lagu. Tak heran. Memang beginilah suasana yang tercipta ketika Brothers On 3 sedang unjuk kebolehan dalam band. Irsyad di posisi drummer. Cakka, gitaris. Dan Obiet vokalis. Mereka bertiga seakan mampu menyihir semua orang untuk terkagum-kagum pada mereka. Namun, tidak bagi Debo. Debo memilih untuk menyendiri daripada berada di kerumunan massa yang seakan begitu memuja mereka. Ia dudukkan dirinya di kursi taman ICJHS. Ia merenung. Mungkin rasa kebenciannya pada mereka yang membuatnya sama sekali tak berminat menonton perform mereka. Ya… Kebencian… Namun, bukan kebencian karena mereka telah membuatnya babak belur. Melainkan karena mereka telah membuatnya semakin jauh dengan Obiet, sahabat kecilnya..
“Hai…” sapa seseorang.
Debo mendongak, dan mendapati seorang perempuan sedang berdiri di hadapannya.
“Boleh aku duduk?” pintanya.
Debo mengangguk, dan menggeser badannya ke samping. Gadis itu pun duduk di samping Debo. Lalu, ia mengulurkan tangannya, mengenalkan diri, “Sivia…”
Debo menyambut jabatan tangan Sivia, “Debo..”
“Uhm.. Kamu yang nganterin kakak aku pulang, kan?” tanya Sivia.
Debo mengerutkan keningnya.
“Zahra..” tambah Sivia.
“Ohh.. Kak Zahra. Iyup. Bareng Patton.” jawab Debo.
“makasih ya..” ucap Sivia tulus. Kemudian, kedua mata hitamnya menerawang langit. Memori otaknya kembali teringat pada saat Gabriel membentak Obiet hanya untuk membela Zahra.
Ku ingat kau dan senyummu,
tatapan dalam matamu.
“Hanya karena keadaannya, yang tak bisa melihat, semua orang begitu peduli sama dia..” Tanpa sadar, kata-kata itu melayang dari mulut Sivia. Ia tak tau dorongan apa yang membuatnya berkata seperti itu. Yang ia tau, ia ingin menumpahkan semua yang selama ini ia pendam pada seseorang. Tak ada salahnya, jika ia menceritakan semuanya pada Debo. Mungkin hatinya akan sedikit ringan, jika ia membaginya pada orang lain. Lagipula, tak mungkin ia menceritakannya pada sobat-sobat dekatnya. Terlebih Gabriel… Pasti mereka akan semakin mengomeliku, batin Sivia.
Debo menoleh ke arah Sivia.
Sivia tersenyum pahit, “Ya... Dia rebut semua perhatian orang. Ortuku.. bahkan sahabat-sahabat aku. Gabriel, Shilla, Riko, Sion, Angel. Mereka lebih sayang pada dia, dibandingin aku. Terdengar konyol memang.. tapi aku begitu iri padanya.” Meski Gabriel lah yang terlihat amat sangat begitu perhatian pada Zahra, namun Sivia sengaja tak hanya menyebutkan nama Gabriel saja. Ia tak mau orang lain curiga.
Debo terdiam sesaat. Sivia menunduk, menahan pedih.
“Apa kak Via gag pernah kepikiran kalau sebenarnya kak Zahra juga punya perasaan yang sama seperti kak Via? perasaan iri…” ucap Debo.
Sivia tercengang. Kedua alisnya bertaut satu sama lain.
“Kak Via yang bisa melihat… Kak Via yang bisa sekolah… Sedangkan kak Zahra?” lanjut Debo.
Sivia tertegun.
“Kalau aku bilang sih, semua orang lebih peduli pada kak Zahra, itu wajar. kak Zahra gag bisa melihat. Sudah semestinya dia butuh perhatian ekstra. Sekarang coba kalau kak Via berada di posisi kak Zahra saat ini. Hidup dalam kegelapan. Tanpa ada setitik cahaya satu pun. Kak Via pasti butuh kepedulian yang lebih dari orang lain, kan? Terlebih jika kak Via mempunyai seorang saudara yang berbeda dari dirinya. Seorang saudara yang bisa melihat... Apa kak Via juga bakal punya suatu perasaan iri?” ucap Debo bijak.
Sivia tercengang. Air mulai menumpuk di pelupuk matanya.
“Kak Via gag boleh negative thinking. Tuhan sayang sama kak Via. Buktinya, Tuhan membiarkan kak Via hidup normal di dunia ini. Begitu pula dengan ortu dan sobat-sobat kak Via. Mereka selalu ada di samping kak Via, kan? Seharusnya kak Via bersyukur…” lanjut Debo.
Pertahanan Sivia pecah. Ia telungkupkan kedua telapak tangannya di wajah. ia pun menangis terisak. Ia merasa selama ini telah begitu jahat pada Zahra, kakaknya sendiri. Debo pun menepuk-nepuk pelan bahu Sivia.
Sementara itu, ternyata Gabriel telah melihat dan mencuri dengar pembicaraan mereka berdua sedari tadi…
-
“Via! Darimana aja sih lo?” tanya Riko, saat dirinya berkumpul bersama Angel, Shilla, dan Sion di lapangan basket.
Sivia hanya tersenyum tipis, kemudian, mendudukkan dirinya di bangku hijau, di samping Sion. Bertepatan dengan itu, Gabriel datang menghampiri mereka.
“Tunggu deh. Lo habis nangis ya?” tebak Shilla saat melihat mata Sivia yang sembab.
Gabriel terhenyak. Ia menatap canggung pada Sivia. Sivia diam. Otaknya masih mencari alasan yang pas untuk menjawabnya.
“Vi, kalau lo ada masalah, lo cerita aja sama kita…” ujar Angel cemas.
Sivia menatap wajah khawatir teman-temannya satu persatu. “mmm… Gue…”
“Maafin gue, Vi.” potong Gabriel tiba-tiba.
Semua menoleh pada Gabriel, termasuk Sivia. “Maaf? Buat apa?” tanya Sivia bingung.
“Mungkin selama ini lo pikir, gue gag peduli sama lo…” ucap Gabriel.
DEG! Sivia tersentak. Mungkinkah Gabriel mendengar percakapannya dengan Debo, pikirnya.
“Tapi… Jujur, gue gag pernah bermaksud gitu. Gue sayang sama lo, Vi. Gue, Riko, Shilla, Angel, Sion.. Semua sayang sama lo. Kita gag pernah punya niat gag peduli sama lo…” lanjut Gabriel seraya menghampiri Sivia, dan duduk jongkok di lantai, dekat Sivia duduk.
Ketika kau mengucapkan,
yang tak pernah kuharapkan.
Sivia tercengang. Sekuat mungkin, ia menahan air matanya tak jatuh. Dan akhirnya, tangisnya pun pecah. Semua kalang kabut melihat Sivia menangis, terkecuali Gabriel.
Sion menepuk pundak Sivia, panik, “Vi, lo napa nangis? Vi?”
Gabriel memberi kode mata pada Sion supaya ia membiarkan Sivia menangis. Mungkin, dengan menangis akan membuatnya sedikit merasa lega.
“Maafin gue… Maafin gue…” ujar Sivia lirih, di tengah isaknya.
Gabriel tersenyum penuh arti. Sementara teman-temannya yang lain, sibuk mengerlingkan mata pada Gabriel, agar ia sesegera mungkin menjelaskan inti permasalahannya, untuk menghapus ketidak mengertian mereka saat ini.
-
Patton, dan Abner berkumpul di rumah Debo. Mereka mengatakan pada Debo, bahwa mereka ingin mengikuti duel BO3. Debo pun menjadi sangat bersemangat. Mereka mulai mendiskusikan masalah pembagian alat musik, nama band, studio sementara yang akan mereka pakai latihan, dan sebagainya. Dan setelah melewati berbagai macam perdebatan yang sangat panjang, terbentuklah sebuah band yang bernama “MUSHROOM”, dengan personil debo di posisi vokalis sekaligus bassist. Patton, gitaris & backing vocal. Abner di drummer. Dan mereka akan memakai studio band milik Debo, yang letaknya memang dekat dengan sekolah mereka. Dulunya, studio band ini milik kakek Debo. Dan Debo sendiri juga berniat suatu saat akan mendirikan sebuah studio band di kota kelahirannya sana, Bandung.
Nama Mushroom Band berawal dari suatu usul yang diajukan Debo. Ia mengatakan bahwa ia terinspirasi dari sebuah lagu yg berjudul Castol. Mungkin nama itu terdegar unik, namun asal mula terbentuknya nama itu, begitu konyol. Jika kita membaca kata ‘Mush’, maka kata itu akan terbaca menjadi ‘Mas..’. Dan kata ‘room’ dalam bahasa Indonesia, berartikan ‘ruangan’. Sehingga, jika kata-kata itu digabung menjadi suatu kalimat, berarti ‘mas-mas dalam ruangan.’ Cocok dengan kondisi mereka yang memang sedang berada dalam sebuah ruangan sederhana, kamar Debo. Awalnya, Patton dan Abner tertawa terbahak-bahak mendengar ide konyol Debo. Namun, karena Debo berhasil meyakinkan mereka, mereka pun akhirnya menyerah. Toh, nama itu keren juga…
Setelah itu, mereka latihan. Mereka begitu antusias untuk memenangkan audisi ini, dan mengalahkan Brothers On 3. Tiap pulang sekolah, mereka mampir ke studio Debo untuk latihan beberapa jam, dan kemudian, kembali lagi ke asrama.
Walau ku tak rela menghadapi hari - hari,
yang terlewatkan tanpa kamu di sampingku.
Dan… Hingga hari itu pun tiba. Audisi Duel Brothers On 3…
Mereka mendapatkan nomor urut ketiga. Angka yang lumayan untuk mempersiapkan mental mereka terlebih dahulu. Tak bisa dipungkiri, bahwa mereka begitu grogi saat ini. Band dengan nomor urut kedua keluar dari tempat audisi. Kini, giliran mereka. Debo mengajak mereka untuk berdoa. Mereka melingkar membentuk lingkaran kecil, dan tenggelam dalam doa. Harapan mereka hanya satu. Mereka ingin menampilkan yang terbaik dalam audisi ini…
Setelah itu, mereka masuk ke ruang audisi. Seorang anak perempuan, dan dua orang laki-laki tampak duduk di meja guru.
Anak perempuan itu pun berdiri, dan memperkenalkan dirinya beserta teman-temannya. “Nama saya Gita. Di samping kanan saya, Dayat. Dan disamping kiri saya, Gabriel.”
“Kami bertugas menjadi juri dalam audisi ini. Tampilkan yang terbaik…” tambah Dayat.
“Baiklah Mushroom Band… Tolong perkenalkan personil kalian.” pinta Gabriel.
Debo pun memperkenalkan Patton, Abner, dan dirinya. Sesaat saat Debo memperkenalkan dirinya, Gabriel sedikit tersentak. Ia berusaha mengingat-ingat sesuatu.
Akhirnya, Dayat kembali mempersilahkan Mushroom Band untuk segera memulai proses penilaian. Debo dkk menyanyikan lagu Masih Ada yang pernah dipopulerkan oleh Ello. Perlahan, mereka dapat melihat raut wajah kagum dari ketiga juri. Mereka pun tersenyum puas melihat pemandangan itu. Mereka sangat berharap jerih payah mereka selama ini, tak akan sia-sia.
Ada satu yang bisa menghiburku,
ku 'kan terus menunggumu.
-
Debo menatap undangan pesta ulang tahun Cakka di tangannya. Entah mengapa, ia merasakan suatu firasat buruk yang akan terjadi di pesta tersebut.
“Kenapa, De?” tanya Patton heran.
Debo hanya menggeleng, “Gag… cuma agak bingung aja. Kenapa Cakka bisa ngundang aku ke ultahnya. Secara, aku pernah berantem sama dia…”
Patton terkekeh, “Udah… Gag usah dipikirin… mungkin dianya udah sadar kali.”
Debo hanya tersenyum tipis menanggapinya.
Tiba-tiba, seorang anak laki-laki menghampiri Debo. Debo mencoba mengingat siapa orang ini.
“Gabriel… Ingat?” ucap anak laki-laki itu.
Debo mengangguk cepat, saat berhasil mengingatnya. Dalam hati, ia mengeluh mengapa daya ingatnya begitu lemah. Padahal, baru saja kemarin ia bertemu dengannya di audisi duel BO3.
“mmm… panggilan lo Debo?” tanya Gabriel. Debo mengangguk. Gabriel melanjutkan, “Apa benar lo anak Ibu Nurhalimah?”
Debo mengerutkan keningnya, heran. Ia bertanya-tanya mengapa Gabriel bisa mengetahuinya. Debo pun mengangguk ragu.
Seketika, raut wajah Gabriel berubah cerah. “Akhirnya gue nemuin lo!”
Gabriel pun menjelaskan secara rinci dan padat bahwa ia adalah anak dari kakak Ibu kandung Debo. Debo terkejut. Memang, Mamang Adi pernah berkata hal demikian. Mamang bahkan pernah menyebut nama Gabriel. Namun, Mamang tak berkata jika Gabriel bersekolah di sekolah yang sama dengan Debo saat ini.
-
Debo mematut dirinya di cermin. Entah mengapa, firasat itu muncul kembali. Sebuah firasat buruk, yang selalu menghantuinya setiap saat.
“De, udah siap?” Patton muncul dari belakang. Debo mengangguk. Patton memberitahu bahwa ia telah menelpon sopir pribadinya untuk menjemput. dan ia juga mengatakan, bahwa Abner dan Bastian akan berangkat agak terlambat karena mereka harus menyelesaikan hukuman membersihkan toilet dari Bu Winda, terlebih dahulu. Patton tertawa terbahak-bahak ketika mengatakannya, “…Salah sendiri, tidur kompakan di sela pelajaran..” Debo tertawa kecil.
Sekitar beberapa menit kemudian, Patton menerima telepon bahwa sopirnya telah berada di luar asrama. Patton segera bergegas mengajak Debo keluar. “Oya… ntar Rahmi dkk bakal nebeng juga sama kita.” Debo tergelak. “Ntar aku duduk di depan. Kamu duduk di belakang, bareng anak-anak cewek yang lain, yak?” lanjut Patton sembari tertawa jahil. Debo merengut. Rasanya ia ingin sekali menjitak kepala Patton.
Di luar Asrama, Rahmi, Oik, Agni, dan Ify telah berkumpul. Gaun-gaun cantik melekat di badan mereka masing-masing. Agni tampak tampil berbeda dari biasanya. Ia mencoba menutupi ketomboiannya dengan balutan baju baby doll nya. Terlihat begitu feminim. Rahmi dengan gaun orange cerah berpadu dengan kerudung hias putih tampak terlihat begitu anggun. Ify dengan bandana hitam dan gaun biru tua selututnya, mampu merubah dirinya menjadi lebih manis dibandingkan kesehariannya. Begitu pula dengan Oik. Ia tampil sangat berbeda dari biasanya. Kaca mata yang selama ini dipakainya, ia ganti dengan contact lens berwarna ungu. Rambutnya terurai sebahu. Dan gaun pink yang dipakainya, membuatnya begitu terlihat imut. Patton dan Debo sempat terkesima terhadap penampilan mereka berempat yang terlihat begitu nice…
“Jadi berangkat gag nih?” tanya Agni gag sabaran.
Patton dan Debo segera tersadar dari kebengongan mereka. Patton pun membuka pintu belakang mobilnya.
Oik, Ify, Debo, Rahmi, dan Agni masuk ke dalam mobil. patton menutup pintu belakang, dan masuk mendudukkan dirinya di kursi depan. Dalam hati ia tertawa geli melihat kemanyunan Debo saat diapit oleh anak-anak perempuan…
-
Pesta yang dilangsungkan di halaman rumah Cakka tampak begitu meriah. Taburan bintang-bintang di langit, seakan menjadi saksi kepuasan para undangan pesta dalam menikmati acara ini. Hingga di tengah acara, musik tiba-tiba berhenti.
“Tolong tenang. Gue disini cuma mau memberikan suatu pengumuman.” ucap Cakka. Semua anak berbisik heran. Termasuk Obiet dan Irsyad yang sepertinya juga tak tau apa yang sedang direncanakan Cakka.
“Barusan bokap gue telepon. Dan beliau mengatakan, bahwa ia telah men_DO seorang murid yang dianggapnya telah melanggar peraturan di sekolah ini. Dan murid itu adalah salah satu diantara kalian.” lanjutnya.
Debo terdiam. Keringat dingin mulai membasahi keningnya. Ia merasakan firasat buruk hadir kembali di benaknya.
Cakka berjalan menghampiri Debo. “Andryos Ariyanto… Mulai detik ini, lo bukan lagi member dari ICJHS.”
Semua anak yang berada di tempat itu tercengang.
“Kenapa?” tanya Debo pelan.
Cakka tertawa. “Tentu saja karena lo telah melanggar peraturan untuk tidak berkelahi di sekolah.”
Debo mencoba meredam emosinya. “Lo yang mulai duluan…”
“Gue? Bukannya lo yang mukul gue duluan?” ujar Cakka. Debo mencoba mengelak sekali lagi. Namun, Cakka memotongnya, dan mengusirnya.
“Lo keterlaluan, Cak…” ucap Debo tertahan.
“Terserah lo mau bilang gue apa! Yang jelas, lo keluar dari sini sekarang juga!” bentak Cakka keras. Bertepatan dengan itu, Debo melayangkan kepalan tangannya ke pipi Cakka. Kesabarannya telah habis, dalam menghadapi keegoisan anak laki-laki di depannya tersebut. Perkelahian pun terjadi. Cakka dan Debo saling memukul satu sama lain. Irsyad dan Obiet berlari mendekat, mencoba untuk melerai. Sementara anak-anak yang lain mematung diri tak berani berbuat apapun.
Irsyad dan Obiet mencoba memegang Cakka yang masih memberontak. Debo mulai tenang. Ia sadar, bahwa ia telah berada di pinggir jalan raya. Ia pikir, cukup berbahaya berkelahi di tempat ini. Dan ketika, ia mencoba untuk mengalah dan merelakan diri keluar dari ICJHS, Cakka berhasil melepaskan diri dari cengkraman Obiet dan Irsyad dan berjalan tertatih menghampiri Debo. Satu pukulan keras mendarat di pipi Debo. Debo pun jatuh tersungkur.
Kuingat kau mengatakan,
kau 'kan kembali untukku,
“Diiinnnnn……!!” Dan bagaikan suatu reklame singkat, sebuah mobil melaju kencang ke arah Debo. Mobil itu pun menabrak Debo, membuatnya terpental beberapa meter.
“DEBOOOO……!!!!!!” Sesaat, Debo dapat mendengar suara teriakan teman-temannya. Seseorang menghampirinya dan menangis keras. Di antara penglihatannya yang terbatas, ia dapat melihat siapa orang tersebut. Ya… Dia yakin bahwa orang itu adalah Obiet… Debo tersenyum dalam hati. Dan kemudian, semuanya menjadi gelap.
Di saat pelangi terlukis,
di tengah taburan bintang.
--to be continued--
Apakah Mushroom band akan lolos audisi?
Apa yang akan terjadi pada Debo selanjutnya?
nantikan di
FRIENDSHIP NEVER END chapter 6..
____
kauaand..
hari menuju UTS semakin dekat.. dan mungkin, ak agak susah buat nglanjutin.. jadi harap dimaklumi, kalau chappi selanjutnya akan semakin lama dibandingin sebelum-sebelumnya.. T.T gomen nasai…
mmm… ngomong”… lagu di chappi ini mungkin agak gag nyambung *manksebelum2nyanyambung?* maaf… bingung cari lagu apa yang pas. Mungkin ada usul?
oyaa..
FRIENDSHIP NEVER END mungkin bakal slese beberapa chappi lagi.. mohon review dan kritiknya supaya tidaa bosan membacanya sampai akhir..
tingkyuu :)
*domo arigatou*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar