Kamis, 03 Juni 2010

FRIENDSHIP NEVER END [MUSICAL ADV] --> Chapter 2 : Kecewa

“Baiklah… Tempat ini akan menjadi sasaran melukis kita pada hari ini… Kalian boleh berpencar untuk mencari obyek yang akan kalian lukis… Dan kita berkumpul kembali disini satu jam kemudian… Gunakanlah waktu sebaik mungkin…” komando Bu Uci.
Semua anak serentak mengangguk, kemudian mulai berhambur mencari obyek yang akan mereka lukis. Terkecuali Debo. Ia masih enggan untuk mulai melukis. Karena rasa kekagumannya yang begitu besar pada tempat tersebut. Sebuah padang rumput yang sangat indah. Sungguh tak disangka masih ada tempat seindah ini.
Debo pun menghirup nafas dalam-dalam, menutup matanya, dan mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, menikmati udara segar. “Ton! Gag nyangka masih ada tempat seperti ini!”
Debo membuka matanya kembali saat Patton tak menyahut perkataannya. Ia menoleh ke arah Patton dan mendapati ia sedang celingak celinguk mencari seseorang, “Cari siapa, Ton?”
Patton sempat tergagap, lalu kemudian ia menjawabnya pelan, “Oik… Kok aku gag liat dia ya dari tadi?”
“Oik sakit…” jawab seorang perempuan yang berpenampilan sedikit tomboy seraya membungkuk lalu mengobrak-abrik tas Patton. “Pinjam cat air ya, Ton…”
Patton mengangguk, “Ag? Memangnya sakit apa dia?”
Agni berdeham sembari tertawa jahil, “Peduli banget…” Namun, saat ia melihat raut wajah Patton yang merengut kesal, ia pun segera kembali serius, “Gag tau juga sih… Tadi dia bilang gag enak badan aja…”
Patton mangut-mangut mengerti.
Sementara Debo, yang tak sepenuhnya mengerti pada topik yang mereka bicarakan, akhirnya memutuskan untuk mulai mencari obyek melukis. Ia langkahkan kakinya melewati hamparan ilalang yang tumbuh sepanjang padang rumput. Sesekali ia memetik bunga ilalang dan meniupkannya bersama angin. Hingga tiba-tiba langkahnya terhenti saat mendengar seseorang bersenandung kecil.
Karena penasaran, Debo pun mencari sumber suara tersebut. Ia terus menyusuri asal suara tersebut dengan indra pendengarannya. Dan ia menemukannya… Seorang gadis yang tengah duduk di bawah sebuah pohon besar. Gadis itu terus bernyanyi, sambil terus menatap ke arah padang ilalang. Berulang kali, ia tersenyum geli saat bunga ilalang menyentuh wajahnya.
Debo terdiam. Gadis yang menarik… Itulah anggapan Debo pertama kali, terhadap gadis tersebut. Memang, ia suka kagum melihat seseorang yang selalu tersenyum saat menyanyi. Menganggap bernyanyi adalah suatu hiburan tersendiri. Dan tanpa sadar, ia mengambil kertas sketsanya dan mulai melukis gadis tersebut. Ia tak tau gerangan apa yang menyuruhnya untuk melukis gadis tersebut. Yang ia tau, tangannya tak mau berhenti untuk tetap menggoreskan pensil, tanpa diminta.

-

“Lo yakin Cak, kita bakalan siap perform lusa?” tanya Irsyad setengah berteriak.
Cakka mendesah pelan, “Kenapa gag?”
Irsyad merengut, lalu melangkah lebih cepat untuk menyamai langkah Cakka yang berada di depannya, “Lo tau sendiri kan, resiko kalau ntar kita gagal? Rating kita bakalan turun, cuy…”
Cakka berhenti berjalan, lalu tersenyum santai, “Tenang aja Syad… Kita serahin semuanya sama Obiet…” ujarnya sembari merangkul Obiet.
Obiet hanya tersenyum tipis. Posisi Obiet sebagai vokalis di band mereka, telah menjadi patokan besar demi kesuksesan mereka. Dan Cakka menganggap, jika Obiet siap, semua akan berjalan dengan baik.
Cakka kembali berjalan, diikuti Irsyad dan Obiet. Hingga langkah mereka terhenti di depan pintu ruang UKS. Sempat terlihat dari jendela, seorang gadis berkaca mata, berkucir dua, sedang terbaring di tempat tidur.
Cakka pun melangkah masuk ke dalam UKS. Irsyad mengikutinya dari belakang. Obiet sempat ragu. Yang ia takutkan adalah jika Cakka dan Irsyad akan melakukan sesuatu yang buruk pada gadis tersebut. Ia sungguh tak mau jika hal itu terjadi.
“Kalian bolos lagi?!” seru gadis itu sambil bangkit dari baringannya. Mata hitamnya menatap Irsyad, Obiet, dan Cakka, satu persatu.
Cakka tersenyum sinis, “Lo sendiri? Bolos juga?”

Kuingin marah,
melampiaskan tapi kuhanyalah sendiri disini

“Aku sakit… Lagian, mana mungkin aku punya niat semacam itu! Aku gag sama seperti kalian!” ujar gadis itu tajam.
“ee… belagu banget sih lo jadi orang!” jengkel Irsyad.
Gadis itu hanya terdiam seraya terus menatap tajam pada Obiet, Cakka, dan Irsyad. Sementara Obiet, ia tak berhenti berdoa agar Cakka dan Irsyad tak melakukan sesuatu yang buruk pada gadis itu.
“Udahlah Cak… Cabut aja dari sini! Lama-lama emosi juga kalau dekat sama ni cewek!” ajak Irsyad.
Cakka mengangguk dan berbalik beranjak dari tempat itu, diikuti Irsyad. Dalam hati, Obiet menghela nafas lega, karena doanya terkabul. Ia pun menatap gadis itu dan berucap, “Maaf ya, Oik…”

Ingin kutunjukkan pada siapa saja yang ada
Bahwa hatiku kecewa...

-

Suasana ramai menyelimuti kelas 9B. Beberapa anak merasa terbebaskan karena Pak Dave, guru yang kebetulan mengajar pada jam pelajaran saat ini, sedang sakit. Sedangkan beberapa anak justru merasa tak senang, karena rindu akan gurauan dan kekocakan Pak Dave. Begitu pula dengan Sivia…
“Woy vi! Kenapa bengong? BT ya? Kok mukanya tekuk sepuluh gitu?” tanya Gabriel sambil duduk di sebelah Sivia, yang kebetulan sedang kosong karena Shilla, teman sebangku Sivia, sedang pergi ke kamar mandi.
Sivia menghela nafas pelan, dan menempelkan dagunya ke meja. “Kalau Pak Dave memang lagi sakit, kenapa coba, gag ada guru yang gantiin?”
Gabriel tertawa geli. Tangannya pun mengacak rambut Sivia, “Sok rajin banget sih lo…”
Sivia merengut kesal, lalu merapikan kembali rambutnya dengan jari tangannya. “Gue kan memang rajin dari dulu!”
Gabriel mencibir lalu kembali tertawa. Namun sesaat, wajahnya kembali serius. “O ia vi…”
“Hmm?” Sivia menoleh ke arah Gabriel.
“Uhm… Gimana keadaan Zahra?” tanya Gabriel terbata.
Sivia terhenyak. Dadanya terasa sesak saat Gabriel menanyakan keadaan Zahra. “Kak Zahra baik-baik aja kok. Gag usah terlalu khawatir… Dia aman sama gue.” ucap Sivia sambil menepuk bahu Gabriel dan tertawa.
Gabriel tersenyum tipis, “Salam ya buat dia. Jaga diri aja… Lo mah gag bisa diandelin buat jaga dia.” Gabriel pun tertawa keras.
Sivia yang merasa diledek, langsung melempar muka Gabriel dengan buku. “Rese!”

-

“De! Udah belom?! Ayo buruan! Udah mau balik ke sekolah!” seru Patton dari kejauhan.
Rupanya, Debo sempat tak ingat waktu. Ia pun melirik jam tangan merahnya dan menepuk dahi, karena waktu yang diberikan Bu Uci telah habis. Ia buru-buru membereskan perlengkapan melukisnya dan memasukkannya ke dalam tas. Kemudian, ia segera berlari menuju ke arah bis sekolahnya.
“Lukis apa tadi? Liat dong…” tanya Patton saat Debo telah naik di bis tersebut.
Debo terdiam. Rasanya malu juga, jika ia menjawab telah melukis seorang gadis. Namun, ia menyerah saat Patton terus memaksa untuk melihatnya. Ia pun membuka tasnya untuk mengambil kertas sketsanya. Dan betapa kagetnya dia, saat tak menemukan kertas sketsanya di tasnya. “Ton, kertasku gak ada!” bisik Debo panik.
Patton terkejut, “Mungkin jatuh tadi!”
Debo mengangguk, mempunyai pikiran yang sama dengan Patton. Karena kebetulan, bis belum berangkat, Debo pun memutuskan untuk mencari kertasnya. Ia pun pamit kepada Bu Uci. Dan Bu Uci mengijinkannya, dengan memberikan waktu lima menit. Debo langsung berlari keluar bis, untuk mengambil kertas sketsanya.
Saat ia menemukan kertasnya tergeletak begitu saja di tanah, ia pun segera mengambil kertas itu. Lalu, ia segera berbalik untuk kembali ke dalam bis. Dan seketika, belum sempat ia berbalik, pandangannya terhenti saat melihat seorang gadis menangis. Ya… Gadis yang dilihatnya tadi… Lebih tepatnya, gadis yang tadi ia lukis…
Kedua alis Debo bertaut. Ia tak mengerti. Bukankah sesaat tadi, gadis itu tersenyum dan menyanyi riang. Mengapa sekarang ia justru menangis? Debo diam terpaku. Selama beberapa menit, otaknya berdebat keras, antara menghampiri gadis itu untuk menanyakannya mengapa ia menangis, atau pura-pura tak menghiraukannya?
Tiba-tiba seseorang menepuknya dari belakang, “De! Lama banget! Yang lain nungguin tuh..” protes Patton.
Debo menempelkan telunjuknya pada bibir, mengisyaratkan Patton untuk diam. Lalu, tangannya menunjuk gadis itu yang tengah menangis.
Patton mengikuti arah tunjukan Debo, dan terperanjat kaget, “Kak Zahra?!”
Debo menoleh ke arah Patton. Sungguh tak disangka Patton mengenalinya.
Patton segera berlari kearah Zahra, dan Debo mengikutinya dari belakang, “Kak Zahra? Kenapa, kak?” tanya Patton cemas.
Debo terdiam. Ia terus mengamati Zahra yang masih terus menangis. Matanya terus mengucurkan air. Dan tampak kesedihan yang amat mendalam disana. Debo tak berdaya. Ia sungguh tak bisa melihat seseorang menangis.
“Aku telpon kak Sivia ya, kak?” tanya Patton sembari mengeluarkan ponselnya. Kemudian, ia mulai mencari nomor Sivia di phonebook ponselnya. Namun, ucapan Zahra kemudian menghentikan kegiatannya.

Demi membunuh waktu
Tak kulihat tanda kehadiranmu

“Dia.. Di.. dia gag da..datang..” ucap Zahra terbata di sela tangisnya.
“Siapa, kak?” tanya Patton.
Zahra terdiam sesaat, lalu kembali menangis, “Obiet..”

Yang semakin meyakiniku
Kau tak datang

DEG! Debo terhenyak. Obiet? Obiet? Benarkah nama itu yang ia sebut? Debo menghela nafas pelan. Ia baru sadar, ia sama sekali tak melihat Obiet hari ini. Apa yang ia lakukan, sampai sampai tak menepati janjinya untuk bertemu Zahra? Beribu pertanyaan terus melayang di benak Debo.
Patton menggumam tak jelas. Sekarang ia mengerti. Tentu saja, ia ikut kesal pada Obiet. “Mungkin dia lagi sibuk, kak. Udah kak.. Gag usah dipikirin.. Lebih baik, kakak pulang ya? Nanti Patton ijinin Bu Uci buat nganterin kakak pulang dulu..”
Zahra menurut. Patton membantu Zahra berdiri. Kemudian, menuntun Zahra berjalan. Dan baru saat itu, Debo menyadari satu hal. Zahra tak bisa melihat..


--to be continued--


____________________________________________________________________________________________________


Talk shows :

Oik : kak! Kok aku dibuat cupu? *plentang* -lempar panci ke nacchi-
Zahra : kak! Kok aku dibuat buta? *bletaak* -lempar pentung ke nacchi-
Nacchi : Hadudduduu… *bonyok* Ni kan cumand fic duann ! Tak apalah…
Oik : Gag! Pokoknya gag terima! Ayo bakar kak Nacchi !!
Debo : Stop! engkau mencuri hatiku hatiku… (? Loh?) --> Reply --> Stop! jangan gitu dunn ..
Nacchi : *gigit jari, terharu* debo! u r my hero!! (peluk dd)
Debo : Kak! Gaa.gg isa na.nafas ..
Nacchi : (lepus peluk) hadduu .. maaf .. ok! T’RIMAKASIH buat semua yg udda nyempetin baca!! Maaf kalau hasilnya mengecewakan!
Cakka : Emang mengecewakan!
Nacchi : Huwaaa! *kembali nangis*
Obiet : (ambil ember) ka’, nangisnya jangan banyak”.. takut embernya gg cukup!
Debo : udah ka’.. cup cup .. Baiklah SD, debo mewakili ka’nacchi, mo ngucapin : RnR yup .. domo arigatou!
Nacchi : eeh .. tunggu !! tapi akku akuin kug, chappi 2 nii kayak’a mank ngecewain! jadi akku minta kritik ‘n sarannya, untuk FNE nii kedepannya! arigatoubi !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar